Perkembangan Emosi Remaja

Sabtu, 14 Maret 2009

Mengatur sikap remaja yang cenderung masih labil dan mudah terpengaruh lingkungan sekitarnya masih sulit dilakukan oleh para orang dewasa. Sering kali orangtua atau pun orang dewasa belum semuanya mengerti bagaimana cara menghadapi remaja.

Di masa perkembangan emosi remaja, ada sikap-sikap remaja yang terkesan “memberontak”, tertutup, atau bahkan dewasa sebelum waktunya. Emosi yang bergejolak, kemudian berpengaruh terhadap perkembangan tingkah laku mereka.

Masa kanak-kanak dipenuhi dengan keingintahuan yang besar. Saat beranjak remaja, keingintahuan tersebut mulai dibarengi dengan keinginan mencoba hal-hal yang belum pernah mereka rasakan.

Misalnya, ingin mencoba merokok, berkencan, pergi bersama teman ke mal hingga malam hari, semuanya merupakan hal biasa yang tampak baru dan “patut” dicoba menurut para remaja. Namun, pada dasarnya, emosi mereka masih sama seperti pada masa kanak-kanak, hanya saja dengan tingkatan yang berbeda.

Sikap remaja yang suka “memberontak” karena dilarang melakukan sesuatu merupakan hal yang wajar dialami setiap remaja. Ini merupakan masa peralihan anak-anak ke masa remaja. Selain itu, terkadang mereka cenderung membuat masalah menjadi semakin rumit. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi remaja.

Jika mereka tidak menemukan jawaban dari orangtua, mereka akan mencarinya di dunia luar. Ada pula remaja yang sulit untuk mengungkapkan perasaan mereka kepada orangtua sehingga teman menjadi orang lain yang dapat mereka andalkan.

Menurut sejumlah penelitian, belajar merupakan salah satu hal yang juga berpengaruh terhadap perkembangan emosi remaja. Anak-anak yang beranjak remaja bisa belajar meniru atau mengikuti orang lain untuk mengontrol emosi mereka. Baik rasa senang maupun sedih, remaja cenderung sulit untuk mengungkapkannya sehingga sikap “memberontak” itu dapat muncul.

Cara mendidik orangtua juga dapat memberikan pengaruh. Anak-anak yang “dikekang” untuk menutupi perasaan mereka akan menahan rasa sakit hati atau rasa marah. Apabila ini dibiarkan, emosi mereka akan lebih tidak stabil dan menjadi lebih emosional dibandingkan anak-anak lainnya.

Sementara itu, apabila orangtua mendidik dengan demokratis, anak-anak akan lebih merasakan kasih sayang sehingga berpengaruh pula terhadap perkembangan emosi mereka. Mereka dapat mengeluarkan isi hati lebih mudah dibandingkan mereka yang “dikekang” perasaannya.

Anak-anak yang tinggal di lingkungan yang “keras”, seperti anak jalanan, akan lebih sering merasa takut dan cemas. Ini turut mempengaruhi emosi mereka. Karena itu, omongan dan tindakan kasar dapat dilakukan para anak jalanan tersebut. Tidak adanya tempat bagi mereka untuk menyalurkan rasa senang membuat mereka meniru orang dewasa yang ada di lingkungan mereka.

Peralihan masa kanak-kanak menuju remaja perlu diperhatikan oleh para orangtua. Kemauan anak yang keras dan harus dituruti merupakan salah satu emosi yang mereka salurkan di usia remaja.

Sikap mengekang yang diberikan kepada anak tersebut justru akan membuat emosi anak semakin tidak stabil. Karena itu, pengetahuan, pengawasan, dan pengertian orangtua atau pun orang dewasa terhadap perkembangan emosi remaja sangatlah penting.


training center | pelatihan humas | pelatihan jurnalistik | workshop jurnalistik | psikologi | psikologi pendidikan | psikologi sosial | psikologi anak | psikologi umum

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda FazaniDistributed by CahayaBiru.com
 
FaceBlog © Copyright 2009 Computers and Internet Education | Blogger XML Coded And Designed by Edo Pranata