Artikel Fositive

Sabtu, 16 Januari 2010

Setiap orang bersikap, bekerja, berjalan di atas kalimat-kalimat yang ia percaya. Pada kalimat-kalimat itulah kita bersandar dan menjalani kehidupan. Kita bisa juga menyebutnya paradigma!

Pertanyaannya: apakah anda tahu kalimat-kalimat apa yang aktif di dalam otak kita? Pada umumnya kalimat-kalimat yang menguasai jalan hidup kita itu bekerja secara otomatis dalam otak bawah sadar kita. Kalimat-kalimat itulah pikiran-pikiran kita. Ia kita akan mengejawantah dalam berbagai sikap, perilaku dan kebiasaan kita.

Bila kita merasa selalu gagal, maka sesungguhnya kalimat-kalimat kegagalan telah banyak menguasai pikiran kita. Bila kita sering merasa takut untuk memulai sesuatu, kalimat-kalimat itulah mendominasi otak kita.

Karena itu, bisa saya katakan jika kita merasa ada yang salah dalam diri kita, maka hal pertama yang harus kita obati adalah pikiran kita. Mungkin kita perlu meng-install ulang otak kita. Mengisinya dengan file-file baru, dengan kalimat-kalimat baru. Maka bila itu kita lakukan kita benar-benar bisa lahir baru kembali, menjadi manusia yang berbeda, menjadi manusia yang jauh lebih baik lagi.Jadi mari kita install ulang otak kita! Diinstall dengan apa?

Instal-lah dengan kalimah-kalimat Ilahiyah. Instal-lah dengan kalimat-kalimat suci yang diturunkan Allah SWT untuk kita.

Ketika kita membaca Al Qur’an setiap hari, dengan pemahaman tentu saja, maka sesungguhnya kita telah menginstall kalimat-kalimat itu ke dalam pikiran kita. Ketika kita berdoa bermunajat kepada Allah SWT, sesungguhnya kita menginstall harapan-harapan dan keinginan-keinginan kita dalam bawah sadar kita. Ketika kita hanya mengatakan kalimat-kalimat positif saja setiap hari, maka kita telah menginstall file-file positif dalam diri kita.Sabda Rasulullah SAW, “Kalau kau beriman kepada Allah SWT dan Yaumul Akhir, katakan hanya kalimat-kalimat yang baik saja … kalau tidak lebih baik diam.”

penulis: nilna iqbal
Sumber: http://www.pustakanilna.com/install_kalimat/



training center | pelatihan humas | pelatihan jurnalistik | workshop jurnalistik | psikologi | psikologi kepribadian | psikologi pendidikan | psikologi sosial | psikologi anak | psikologi umum

Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan

Jumat, 15 Januari 2010

Ruang lingkup psikologi pendidikan menurut Good & Broopy ( 1997 )
· Hubungan antara psikologi dengan guru
· Manajemen kelas : Perkembangan dan sosialisasi anak kepemimpinan dan dinamika kelompok, modelling, reward, punishment, extinction. Hasil – hasil penelitian manajemen kelas, persiapan dan pelaksanaan pengajaran yang baik.
· Mengurai masalah belajar : pengertian, prinsip, perbedaan individu dalam belajar, model dan desain belajar dan prinsip pengajaran
· Pertumbuhan dan perkembangan dalam pendidikan : Prinsop dalam perkembangan fisik, kognitif, sosial dan kepribadian, kreativitas dan aplikasinya dalam pendidikan
· Motivasi : Pengertian, teori dan aplikasinya dalam pendidikan
· Evaluasi dalam belajar : pengertian, macam, cara menyusun, prosedur penilaian, monitoring kemajuan siswa, validiras dan realibilitas penggunaan statistik dalam pengolahan hasil tes
Namun menurut Sumadi Suryobroto ( 1984 ) Ruang Lingkup psikologi pendidikan meliputi :
· Pengetahuan tentang psikologi pendidikan : pengertian ruang lingkup, tujuan mempelajari dan sejarah munculnya psikologi pendidikan
· Pembawaaan
· Lingkungan fisik dan psikologis
· Perkembangan siswa
· Proses – proses tingkah laku
· Hakekat dan ruang lingkup belajar
· Faktor yang mempengaruhi belajar
· Hukum dan teori belajar
· Pengukuran pendidikan
· Aspek praktis pengukuran pendidikan
· Transfer belajar
· Ilmu statistik dasar
· Kesehatan mental
· Pendidikan membentuk watak / kepribadian
· Kurikulum pendidikan sekolah dasar
· Kurikulum pendidikan sekolah menengah
Menurut Elliot, dkk ( 1999 )
Introduction to edicational psychology :
· Educational psychology : teaching and learning
· Research and educational psychology
· Deversity in the classroom : Culture, Class, and Gender
The Development of student
· Cognitive and language development
· Psychosicial and moral development
· Excepcional students
Learning teori and practice
· Behavioral psychology and learning
· Cognitive psychology and learning
· Thingking skill and problem solving strategies
· Motivation in the classroom
Desaign and management of classroom instruction
· Planning for essential learning outcomes
· Effective teaching strategies and the desaign of instruction
· Classroom management : Organitation and control
· Teaching and technology
Assesment learning and evaluating education
· Teacher construction test and perfomance assesment method
· Standardized test and rating scale in the classroom
Manfaat Psikologi Pendidikan
Menurut Moh Surya ( 1972 )
· Untuk membantu para guru dalam mengembangkan pemahaman yang lebih baik mengenai pendidikan dan profesinya
Menurut Chaplin ( 1972 )
· Untuk membantu memcahkan masalah yang terdapat dalam dunia pendidikan yang meliputi guru, siswa, materi, metode, dalam masalah belajar – mengajar
Terdapat beberapa macam – macam kegiatan yang memerlukan prinsip psikologis :
· Seleksi penerimaan siswa baru
· Perencanaan pendidikan
· Penyusun kurikulum
· Penelitian kependidikan
· Administrasi kependidikan
· Pemilihan materi pelajaran
· Interaksi belajar – mengajar
· Pelayanan bimbingan dan konseling
· Evaluasi belajar






training center | pelatihan humas | pelatihan jurnalistik | workshop jurnalistik | psikologi | psikologi pendidikan | psikologi sosial | psikologi anak | psikologi umum

dens permana - ICQ.com

Kamis, 14 Januari 2010

Poeple Skill >> Belajar Memahami Orang Lain

Rabu, 13 Januari 2010

Sebagai pemimpin usaha, mengertikah kita bagaimana cara `membakar’ motivasi para pegawai kita? Sebagai ibu, kita sering bingung nggak habis pikir plus pusing oleh watak keras kepala anak-anak kita?! Tak jarang pula, sebagai suami kita terus-terusan bertengkar sama istri yang padahal juga kita sayangi dan cintai?Adakah `zat kimia’ tertentu atau pola tertentu yang mempengaruhi sifat, sikap dan reaksi kita dan merasa dalam menghadapi berbagai situasi… sehingga kita bisa lebih berdamai dan mengerti mengapa semua reaksi itu terjadi? Bukankah akan lebih nikmat hidup ini kalau kita satu sama lain saling memahami?

Florence Litteur, penulis buku terlaris “Personality Plus” menguraikan, ada empat pola watak dasar manusia. Kalau saja semua sudah kita pahami, kita akan sangat terbantu sekali dalam berhubungan dengan orang lain.Kita akan jadi mengerti mengapa suami kita tiba-tiba marah sekali ketika meja kerjanya yang berantakan kita atur rapi. Kita juga akan mudah memahami mengapa pegawai kita gampang sekali berjanji… dan hebatnya dengan mudah pula ia melupakannya, “Oh ya, saya lupa”katanya sambil tertawa santai. Kita juga akan mudah mengerti mengapa istri kita nggak mau dengar sedikitpun pendapat kita, tak mau kalah,cenderung mempertahankan diri, selalu merasa benar dengan pendapatnya dan makin sengit bertengkar kalau kita mau coba-coba untuk mengalahkannya.

Yang pertama, kata Florence adalah golongan Sanguinis, “Yang Populer”. Mereka ini cenderung ingin populer, ingin disenangi oleh orang lain. Hidupnya penuh dengan bunga warna-warni. Mereka senangsekali bicara tanpa bisa dihentikan. Gejolak emosinya bergelombang dan transparan. Pada suatu saat ia berteriak kegirangan, dan beberapa saat kemudian ia bisa jadi menangis tersedu-sedu.

Namun orang-orang sanguinis ini sedikit agak pelupa, sulit berkonsentrasi, cenderung berpikir `pendek’, dan hidupnya serba tak beratur. Jika suatu kali anda lihat meja kerja pegawai anda cenderung berantakan, agaknya bisa jadi ia sanguinis. Kemungkinan besar ia pun kurang mampu berdisiplin dengan waktu, sering lupa pada janji apalagi bikin planning/rencana. Namun kalau disuruh melakukan sesuatu, ia akan dengan cepat mengiyakannya dan terlihat sepertinya betul-betul hal itu akan ia lakukan. Dengan semangat sekali ia ingin buktikan bahwa ia bisa dan akan segera melakukannya. Tapi percayalah, beberapa hari kemudian ia tak lakukan apapun juga.

Lain lagi dengan tipe kedua, golongan melankoli, “Yang Sempurna”. Agak berseberangan dengan sang sanguinis. Cenderung serba teratur, rapi, terjadwal, tersusun sesuai pola. Umumnya mereka ini suka dengan fakta-fakta, data-data, angka-angka dan sering sekali memikirkan segalanya secara mendalam. Dalam sebuah pertemuan, orang sanguinis selalu saja mendominasi pembicaraan, namun orang melankoli cenderung menganalisa, memikirkan, mempertimbangkan, lalu kalau bicara pastilah apa yang ia katakan betul-betul hasil yang ia pikirkan secara mendalam sekali.

Orang melankoli selalu ingin serba sempurna. Segala sesuatu ingin teratur. Karena itu jangan heran jika balita anda yang `melankoli’ tak `kan bisa tidur hanya gara-gara selimut yang membentangi tubuhnya belum tertata rapi. Dan jangan pula coba-coba mengubah isi lemari yang telah disusun istri `melankoli’ anda, sebab betul-betul ia tata-apik sekali, sehingga warnanya, jenisnya, klasifikasi pemakaiannya sudah ia perhitungkan dengan rapi. Kalau perlu ia tuliskan satu per satu tata letak setiap jenis pakaian tersebut. Ia akan dongkol sekali kalau susunan itu tiba-tiba jadi lain.

Ketiga, manusia Koleris, “Yang Kuat”. Mereka ini suka sekali mengatur orang, suka tunjuk-tunjuk atau perintah-perintah orang, bahkan orang tua sekalipun. Ia tak ingin ada penonton dalam aktivitasnya. Bahkan tamu pun bisa sajaia `suruh’ melalukan sesuatu untuknya. Akibat sifatnya yang `bossy’ itu membuat banyak orang koleris tak punya banyak teman. Orang-orangberusaha menghindar, menjauh agar tak jadi `korban’ karakternya yang suka `ngatur’ dan tak mau kalah itu.

Orang koleris senang dengan tantangan, suka petualangan. Mereka punya rasa, “hanya saya yang bisa menyelesaikan segalanya; tanpa saya berantakan semua”. Karena itu mereka sangat “goal oriented”,tegas, kuat, cepat dan tangkas mengerjakan sesuatu. Baginya tak ada istilah tidak mungkin. Seorang wanita koleris, mau dan berani naik tebing, memanjat pohon, bertarung ataupun memimpin peperangan. Kalau ia sudah kobarkan semangat “ya pasti jadi…” maka hampir dapat dipastikan apa yang akan ia lakukan akan tercapai seperti yang ia katakan. Sebab ia tak mudah menyerah, tak mudah pula mengalah.

Hal ini berbeda sekali dengan jenis keempat, sang Phlegmatis “Cinta Damai”. Kelompok ini tak suka terjadi konflik, karena itu disuruh apa saja ia mau lakukan, sekalipun ia sendiri nggak suka. Baginya kedamaian adalah segala-galanya. Jika timbul masalah atau pertengkaran, ia akan berusaha mencari solusi yang damai tanpa timbul pertengkaran. Ia mau merugi sedikit atau rela sakit, asalkan masalahnya nggak terus berkepanjangan.

Kaum phlegmatis kurang bersemangat, kurang teratur dan serba dingin. Cenderung diam, kalem, dan kalau memecahkan masalah umumnya sangat menyenangkan. Dengan sabar ia mau jadi pendengar yang baik, tapi kalau disuruh untuk mengambil keputusan ia akan terus menunda-nunda. Kalau anda lihat tiba-tiba ada sekelompok orang berkerumun mengelilingi satu orang yang asyik bicara terus, maka pastilah parapendengar yang berkerumun itu orang-orang phlegmatis. Sedang yang bicara tentu saja sang Sanguinis.

Kadang sedikit serba salah berurusan dengan para phlegmatis ini. Ibarat keledai, “kalau didorong ngambek, tapi kalau dibiarin nggak jalan”. Jadi kalau anda punya staf atau pegawai phlegmatis, andaharus rajin memotivasinya sampai ia termotivasi sendiri oleh dirinya.

Mencoba Mengerti Orang Lain

Nah, sekarang anda masuk golongan mana? Coba baca dan amati istri, suami atau anak-anak anda, mereka golongan apa?Jangan-jangan anda sekarang mulai mengerti mengapa suami-istri-anak-rekan anda bertingkahlaku “seperti itu” selama ini. Dan anda pun akan tertawa sendiri mengingat-ingat berbagai perilaku dan kejadian selama ini.


Ya, tapi apakah persis begitu? Tentu saja tidak. Florence Litteur, berdasarkan penelitiannya bertahun-tahun telah melihat bahwa ternyata keempat watak itu pada dasarnya juga dimiliki setiap orang. Yang beda hanyalah `kadar’nya. Oleh sebab itu muncullah beberapa kombinasi watak manusia.

Ada orang yang tergolong Koleris Sanguinis. Artinya kedua watak itu dominan sekali dalam mempengaruhi cara kerja dan pola hubungannya dengan orang lain. Di sekitar kita banyak sekali orang-orang koleris sanguinis ini. Ia suka mengatur-atur orang, tapi juga senang bicara (dan mudah juga jadi pelupa).

Ada pula golongan Koleris Melankolik. Mungkin anda akan kurang suka bergaul dengan dia. Bicaranya dingin, kalem, baku, suka mengatur, tak mau kalah dan terasa kadang menyakitkan (walaupun sebetulnya iatak bermaksud begitu). Setiap jawaban anda selalu ia kejar sampai mendalam. Sehingga kadang serasa diintrogasi, sebab memang ia ingin sempurna, tahu secara lengkap dan agak dingin. Menghadapi orang koleris melankolik, anda harus fahami saja sifatnya yang memang `begitu’ dan tingkatkan kesabaran anda. Yang penting sekarang anda tahu, bahwa ia sebetulnya juga baik, namun tampak di permukaan kadang kurang simpatik, itu saja.

Lain lagi dengan kaum Phlegmatis Melankolik. Pembawaannya diam, tenang, tapi ingat… semua yang anda katakan, akan ia pikirkan, ia analisa. Lalu saat mengambil keputusan pastilah keputusannya berdasarkan perenungan yang mendalam dan ia pikirkan matang-matang.

Banyak lagi tentunya kombinasi-kombinasi yang ada pada tiap manusia. Akan tetapi yang penting adalah bagaimana memanfaatkannya dalam berbagai aktivitas hidup kita. Jika suami istri saling mengerti sifat dan watak ini, mereka akan cenderung berusaha `memaafkan’ pasangannya. Lalu berusaha untuk menyikapinya secara bijaksana.

Begitu pula saat menerima calon pegawai. Untuk bidang-bidang yang membutuhkan tingkat ketelitian dan keteraturan yang tinggi, jauh lebih baik anda tempatkan orang-orang yang melankolik sempurna. Sedang di bagian promosi, iklan, resepsionis, MC, humas, wiraniaga, tentu jauh lebih tepat anda tempatkan orang-orang sanguinis. Lalu jangan posisikan orang-orang phlegmatis di bagian penagihan ataupun penjualan. Hasilnya pasti akan amat mengecewakan.

Begitulah, manusia memang amat beragam. Muncul sedikit tanda tanya, diantara semua watak itu, mana yang paling baik? Jawabannya, menurut Florence, tak ada yang paling baik. Semuanya baik. Tanpa orangsanguinis, dunia ini akan terasa sepi. Tanpa orang melankoli, mungkin tak ada kemajuan di bidang riset, keilmuan dan budaya. Tanpa kaum koleris, dunia ini akan berantakan tanpa arah dan tujuan. Tanpa sang phlegmatis, tiada orang bijak yang mampu mendamaikan dunia.

Yang penting bukan mana yang terbaik. Sebab kita semua bisa mengasah keterampilan kita berhubungan dengan orang lain (interpersonal skill). Seorang yang ahli dalam berurusan dengan orang lain, ia akan mudah beradaptasi dengan berbagai watak itu. Ia tahu bagaimana menghadapi sifat pelupa dan watak acaknya kaum sanguinis, misalnya dengan memintanya untuk selalu buat rencana dan memintanya melakukansegera. Ia jago memanas-manasi (menantang) potensi orang koleris mencapai goal-nya, atau `membakar’ sang phlegmatis agar segera bertindak saat itu juga.”Inilah seninya”, kata Florence “dalam berinteraksi dengan orang lain”. Tentu saja awalnya adalah, “Anda dulu yang harus berubah”. Belajarlah jadi pengamat tingkah laku manusia…(lalu tertawalah)!

penulis: Nilna Iqbal

Sumber: http://www.pustakanilna.com/personality_plus/


training center | pelatihan humas | pelatihan jurnalistik | workshop jurnalistik | psikologi | psikologi kepribadian | psikologi pendidikan | psikologi sosial | psikologi anak | psikologi umum

Psikologi Pendidikan >> Kekuatan Indera Manusia

Selasa, 12 Januari 2010

Menurut Prof. Wilhem Neuhaus, manusia telah merusak ketajaman penciumannya, sehingga berada dibawah kemampuan hewan yang paling primitif sekalipun. Anjing pelacak polisi mampu mencium bau – bauan yang jaraknya jauh dan ketajamannya sejuta kali ketajaman manusia. Seorang yang pekerjaannya banyak berhubungan dengan bau–bauan akan dapat mengembangkan penciuman sedemikian rupa, sehingga sulit dipercaya. Misalnya seorang ahli kimia pembuat parfum, dapat membedakan dengan cepat lima ribu macam bau – bauan. Dan menurut para ahli, orang yang penciumannya paling peka didunia, dapat membedakan dua belas ribu bau – bauan. Mengapa kita tak dapat melakukannya?

Potensi dari daya pencium kita adalah 120 kali lebih sensitive dari alat perasa kita. Ukuran hidung tak ada hubungannya sama sekali dengan kepekaan daya penciuman kita. Karena bagian yang menonjol dari hidung, seperti lubang hidung, samasekali tak mampu mencium apa – apa. Penciuman dilakukan oleh hidung bagian dalam yang terletak dibelakang mata,diatas dinding mulut.

Molekul bau – bauan dalam bentuk gas yang berjalan, meski dalam udara yang diam sekalipun, masuk kedalam bagian sel penciuman yang menimbulkan suatu reaksi kimia. Tidak seperti mata dan telinga, yang mampu memberikan respons pada getaran tertentu dan jarak getar yang tepat. Menurut suatu teori, makin bertambah tua kita, makin berkuranglah ketajaman alat penciuman kita. Anak yang berumur enam tahun mampu membedakan bau – bauan dua kali lebih banyak dari pada yang dapat dilakukan oleh orang berumur 36 tahun. Karena anak kecil sangat senang mencium bau – bauan yang ada disekitarnya.

Seorang ahli bedah telinga, hidung dan tenggorokan mengatakan, bahwa dengan hanya mempunyai keinginan untuk mencium bau – bauan yang ada di sekeliling kita, kita dapat memperbaiki ketajaman penciuman kita sampai dua puluh lima persen.

Di suatu laboratorium parfum di Perancis bekerjalah Paul Eymelin yang penciumannya paling sensitive di dunia. Dia mampu membedakan sebanyak 12 ribu macam bau – bauan, dan dapat mengetahui bau parfum yang paling eksklusif sekalipun. Ahli parfum Inggris mempunyai ketajaman yang luar biasa lagi. Dia dapat mengenal bau parfum wanita yang duduk tiga baris dibagian depan pada pertunjukan konser. Seorang ahli parfum lainnya juga mampu menduga makanan utama apa yang terdapat dalam menu di suatu restoran, ketika dia membuka pintu restoran.

Para ahli Universitas Milan mengatakan, bahwa “rasa” bau diakibatkan adanya molekul yang tak nampak mendarat pada rambut halus dalam hidung. Rambut itu kemudian mencengkram molekul tadi selanjutnya terjadilah proses bau.

Makanan yang baunya sama, akan mempunyai rasa yang sama pula. Hal ini dapat Anda buktikan: cobalah ambil seiris kentang dan seiris apel. Tutuplah mata dan hidung Anda, kemudian makanlah. Anda tak akan dapat membedakan mana yang kentang dan mana yang apel.

Baru – baru ini perusahaan internasional dalam hal pencampuran makanan, mencoba memproduksi kopi. Warnanya seperti kopi, rasanya juga seperti kopi, tetapi baunya tidak seperti kopi. Penelitian yang dilakukan terhadap seribu orang wanita, ternyata hampir secara serempak menolak produksi itu.

Dr. Gustav Morler dari departemen kesehatan Munich University berkata, “Itulah sebabnya, jika anda meminum secangkir teh dan mengharapkan mempunyai rasa kopi, akan terasa enak. Sebab anda mencicipi kopi sebelum benar – benar lidah anda merasakannya.”

Contoh lain misalnya penelitian yang dilakukan oleh perusahaan minuman yang memberikan minuman berwarna seperti “strawberry” kepada beberapa orang. Setelah mereka minum dan kepadanya ditanyakan, apa yang ia minum, tanpa ragu-ragu mereka menjawab: “strawberry”, padahal yang mereka minum adalah “lemon squash”.

Kita manusia memiliki serat-serat perasa yang lebih sedikit dari hampir semua binatang. Manusia mempunyai “serat perasa” sebanyak 10 ribu buah, sedangkan sapi mempunyai 25 ribu buah.

Daya rasa kupu–kupu dua ratus kali lebih tajam dari perasa kita, burung 450 kali dan ikan 500 kali, dan lebih mampu mengenal rasa sesuatu paling sedikit 20 kali lebih cepat dari yang dapat dilakukan oleh manusia, misalnya ada empat rasa yaitu manis, asin, asam, dan pahit. Kita dapat merasakan suatu bagian kinine pada dua juta bagian air. Kita hanya membutuhkan waktu rata rata 0,307 detik untuk membedakan rasa asin, 0,446 detik untuk merasakan rasa manis, 0,536 detik untuk asam dan 1,083 detik untuk merasakan pahit. Padahal perasaan kita tetang pahit adalah paling tajam dari makhluk-makhluk lainnya.

Menurut penyelidikan yang dilakukan oleh London Hospital School of psychology, kelezatan suatu makanan tergantung pada atau dipengaruhi oleh warna makanan itu.

Di suatu ruang perjamuan lampu penerangannya dibuat sedemikian rupa, sehingga makanan yang tersedia berubah warnanya: ungu untuk warna daging, sop menjadi hitam, dan warna kentang menjadi hijau. Akibatnya tak satu pun dari tamu-tamu yang diundang makan dapat menghabiskan makanan yang dijamukan. Beberapa orang hanya bisa makan dua sendok saja, padahal masakan yang disediakan itu adalah istimewa. Begitu penerangan dinormalkan kembali, selera makan para tamu segera bertambah melihat makanan itu.

Cobalah lebih banyak mendengar

Akhirnya kita akan mencoba mengetahui kekuatan kita dalam mendengar. Seorang bernama william dikatakan hampir mendekati jenius, karena ia dapat hapal nama, alamat dan susu yang dipesan oleh para langganan sebanyak tiga ribu orang tanpa melihat daftar langganan.

Sebenarnya William tidak mempunyai pendengaran yang luar biasa. Dia hanya menanyakan apa yang diinginkan para langganan dan mendengarkan baik-baik apa yang dikatakan para langganan itu. Dengan demikian, dia termasuk di antara 25 persen penduduk elite yang mampu mendengarkan apa yang sebenarnya dia dengar.

Kebanyakan kita kurang dari 50 persen dapat mengingat apa yang telah dikatakan orang lain sesudah 20 detik pembicaraan selesai. Sepuluh menit kemudian masih untung kalau kita mampu mengingat 30 persen dari percakapan yang kita dengar tadi. Ini berarti dari 18 juta perkataan yang kita dengar pertahun, 12 juta begitu masuk telinga kiri, begitu keluar telinga kanan. Hal ini bukan berarti kita tuli, melainkan karena kita telah banyak berbicara daripada mendengar.

Sebenarnya mendengarkan itu tidak semudah seperti dugaan kita. Kebanyakan kita beranggapan, bahwa mendengarkan itu adalah suatu kegiatan yang sangat pasif, padahal merupakan suatu proses yang keaktifannya tinggi.

Seorang psikolog mengatakan, “Paling sedikit empat puluh persen dari pertengkaran-pertengkaran yang terjadi, di rumah maupun di sekolah, ditimbulkan karena salah dengar.”

Kita terlalu banyak melihat daripada mendengarkan. Nama dan informasi-informasi yang penting sering dilupakan, karena kita terlalu terhimbau oleh tampang orang yang memberikan informasi itu. Sering kita merasa yakin tentang apa yang dikatakan oleh pembicara, sehingga kita mendengarkan sepintas saja. Pikiran kita berpacu sepuluh kali lebih cepat daripada apa yang dapat kita ucapkan. Pada saat kita sedang menanti kata yang akan diucapkan orang, otak kita telah berada bermil-mil jauhnya.
“Mendengarkan adalah suatu seni,” kata seorang konsultan Auren Uris. “Dan itu dapat digunakan untuk mempengaruhi seseorang, sama halnya seperti pembicaraan, jika kita gunakan dengan cara yang jitu.”

Sukses diplomatik Mr. Robertson waktu membicarakan masalah perdamaian dengan presiden Korea Selatan Syngman Rhee untuk mengakhiri peperangan dengan Korea Utara puluhan tahun yang lampau adalah “mendengarkan baik–baik apa yang dikatakan oleh Rhee dengan penuh perhatian.” Para anggota parlemen terkejut sewaktu Rhee bagaikan mendadak menjadi lunak dan menyatakan bersedia membicarakan perdamaian di Korea Utara. Dia sadar, bahwa dia sedang menghadapi orang yang luar biasa, yaitu orang yang bersedia mendengar!

Presiden Lyndon Jhonson di kantornya di Gedung Putih menggantungkan kata-kata begini: “Janganlah Anda belajar sesuatu ketika sedang bercakap-cakap!”

Kita perlu sejak dini lebih banyak mendengar. Cobalah! Anda akan lihat sendiri hasilnya.

*** by : Nilna Iqbal
Sumber: http://www.pustakanilna.com/kekuatan-indera-manusia/



training center | pelatihan humas | pelatihan jurnalistik | workshop jurnalistik | psikologi | psikologi kepribadian | psikologi pendidikan | psikologi sosial | psikologi anak | psikologi umum

Psikologi >> Hitam Putih Seorang Lesbian

Senin, 11 Januari 2010


Oleh: AnneAhira.com Content Team

Di Indonesia, jumlah kaum lesbian rupanya semakin bertambah di lingkungan sosiokultural masyarakat. Dulu, mereka tidak berani mengakui identitasnya di depan publik. Tapi sekarang, kaum lesbian sudah mulai berani membuat grup arisan atau perkumpulan yang dilakukan di tempat-tempat publik. Misalnya di salah satu café atau lainnya.

Kaum lesbian juga mulai membuat grup di dunia maya semacam Facebook atau akun Twitter. Mereka saling curhat, berbagi hobi, atau bahkan sekedar menjalin hubungan pertemanan yang lebih nyaman, karena sama-sama merasa tidak akan dihakimi.

Definisi Lesbian

Lesbian bisa dikategorikan dalam abnormalitas seksual disebabkan partner-seksnya yang tidak normal. Lesbian asal katanya dari Lesbos, satu pulau yang membentang di tengah Lautan Egeis, yang pada zaman dahulu ditinggali kaum perempuan saja. Homoseksualitas wanita itu akhirnya pada zaman sekarang disebut Lesbianisme. Sesuai penelitian, di usia puber, manusia cenderung punya kemampuan biseks, yaitu mencintai pria dan wanita secara seksual.

Jika proses perkembangannya normal, biseks bisa mengarah ke heteroseks (menyukai lain jenis). Sebaliknya, jika prosesnya tidak normal, bisa jadi karena faktor endogin atau eksogin, biseksualitas bisa berubah menjadi lesbian dan benar-benar terangsang secara seksual terhadap sesama wanita.

Mengubah kecenderungan seks abnormal sangat sulit dilakukan. Kaum homoseksual harus benar-benar punya niat kuat ingin menjalin hubungan secara normal. Karena hanya dengan tekad kuat, usaha maksimal, dan doa yang rutin, perilaku lesbian ini bisa ‘disembuhkan’.

Penyebab Lesbianisme

Banyak faktor yang membuat seorang perempuan bisa menjadi lesbian. Faktor pertama bisa jadi karena seorang wanita sudah jenuh dengan suami atau kekasih prianya. Faktor lainnya bisa jadi disebabkan pengalaman yang sangat traumatis dengan laki-laki yang suka melakukan kekerasan, sehingga membuat seorang wanita benar-benar membenci pria di sekitarnya.

Seperti juga kaum gay, perilaku lesbian juga bisa muncul karena factor hormonal seperti hormon eksogin, faktor lingkungan sekitar, dan juga masalah lainnya. Maraknya kasus pelecehan seksual di masa anak-anak juga dikhawatirkan bisa merubah seseorang menjadi lesbian. Karena itu untuk korban-korban ini, diperlukan konseling atau pemahaman yang baik kalau tidak semua laki-laki berkelakuan seperti itu. Ini bertujuan supaya rasa suka anak perempuan pada laki-laki tidak hilang selamanya.

Sampai sekarang juga masih dikembangan penelitian untuk faktor penyebab lainnya. Yang terbaru, maraknya isu gender juga disebut-sebut sebagai penyebab lesbianisme yang baru, karena para feminis ini cenderung tidak menginginkan laki-laki dalam hidupnya. Semuanya memang masih dalam tahap penelitian.

Tapi alangkah bijaknya kalau kaum lelaki juga mulai berpikir untuk menjaga sikap dan perilakunya terhadap kaum perempuan. Karena jangan sampai seorang wanita berubah menjadi seorang lesbian hanya gara-gara perlakuan kasar atau pelecehan seksual yang dilakukan laki-laki, bukan?


Sumber: http://www.anneahira.com/lesbian.htm



training center | pelatihan humas | pelatihan jurnalistik | workshop jurnalistik | psikologi | psikologi kepribadian | psikologi pendidikan | psikologi sosial | psikologi anak | psikologi umum

Jangan Pernah Merasa Matang

Ini masalah sikap. Sikap dan Kepribadian untuk mau berubah, sikap untuk mau berkembang.

Dalam menghadapi berbagai keadaan, umumnya kita cenderung berharap, orang lainlah yang berubah, lingkunganlah yang berubah, situasilah yang berubah. Saya tidak!

Kalau skripsi nggak beres-beres kita berharap dosen mau “baik hati”. Jika bisnis mulai bangkrut, yang salah selalu karyawan, saingan bahkan juga produk. Kalau banyak kader nggak bergerak, kita mulai “meragukan” komitmen mereka. Pokoknya “mereka” lah yang perlu berubah! Mereka perlu menyesuaikan diri dengan “pikiran atau kehendak kita”.

Mengapa bisnis yang kita lakukan selalu harus berakhir dengan kegagalan. Mengapa puluhan lamaran kerja saya selalu tak memperoleh jawaban? Mengapa istri saya belum juga mau berhenti mengkritik saya? Mengapa suami saya masih saja pulang terlalu malam? Mengapa? Mengapa?

Apa yang salah? Apa rahasianya bisa mengubah orang lain? Berbagai buku kita pelajari. Berbagai diskusi dilakukan, untuk mencari tahu resep mujarab: Bagaimana Caranya Mengubah Orang Lain!!!

Seorang suami ingin sekali mengubah istrinya menjadi seperti yang ia impikan. Sementara istri pun mati-matian berusaha mengubah suaminya menjadi “sang suami idaman” . Seorang pedagang sering ragu memulai bisnisnya, lalu bersikap menunggu sampai situasinya berubah seperti yang ia inginkan. Dan umumnya kita pun banyak bersikap menunggu tak mau melakukan apa-apa sampai akhirnya “keputusan” itu datang. Begitulah kita. Semua kita ingin lingkunganlah yang berubah. Dunialah yang berubah. Orang lainlah yang berubah.

Akan tetapi sekalipun sudah begitu banyak upaya yang kita lakukan untuk mengubah seseorang dan situasi, telah berhamburan program dan biaya diluncurkan, mengapa tak juga berhasil apa yang kita lakukan?

Mari sejenak kita berhenti menginginkan orang lain berubah. Bukalah pintu hati-bersih kita, dan mari belajar lebih banyak dari Rasulullah yang telah amat sukses berkat bimbingan Allah. Amati lebih teliti bagaimana beliau “mengubah manusia” dan bahkan mengubah dunia.

Beliau mempraktekkan langsung sikap “Ibda’ binafsik” …Mulailah dari dirimu! Mulailah dari cara berpikirmu. Mulailah dari cara kerjamu. Mulailah dari Sikapmu!

Kita dulu yang harus berubah. Bukan orang lain. Bukan situasi. Bukan lingkungan. Selama ini kita cenderung menginginkan orang lain lah yang berubah. Inginnya rumah kita yang berubah. Inginnya teman-teman kita yang berubah. Inginnya struktur organisasi berubah. Inginnya situasi berubah. Inginnya semuanya …. selain diri kita.Selama cara berpikir kita tidak pernah kita ubah, cara kerja kita tidak kita ubah, cara kita memimpin tidak kita ubah, cara kita mengkader tidak kita ubah, cara kita membangun tim-kerja tak kita ubah, maka sampai bertahun-tahun ke depan pun, tidak perlu heran ketika hasilnya pasti tetap sama. Sekalipun kita lakukan berulang-ulang, bertahun-tahun…… Pertumbuhan nol atau bisa jadi bahkan negatif.

Perubahan hanya akan terjadi lewat proses belajar. Sikap untuk selalu mau belajar adalah satu-satunya sikap penting agar seseorang mencapai puncak keberhasilan. Dalam keadaan bagaimana pun seseorang memulai tangga kehidupannya, di level apapun latar belakang pendidikannya, setiap orang yang mau belajar dan mau berkembang …. maka sesungguhnya ia sedang menaiki tangga keberhasilannya sendiri.

Sikap untuk selalu mau belajar, mau diajar, mau berkembang sering disebut sikap teacheable, dengan siapapun orangnya, apapun latar belakangnya. Mereka yang paling teacheable, maka mereka-lah yang paling cepat menaiki tangga kesuksesannya, di bidang apapun.

Sebuah organisasi akan tak terbatas pertumbuhannya jika sikap “teacheable” ini mendarah daging menjadi kebiasaan (budaya) organisasi tersebut. Tak ada istilah berhenti belajar. Fokus seluruh sistem adalah “pembelajaran”. Besar atau kecilnya suatu organisasi akan lebih banyak ditentukan oleh seberapa banyak orang-orang teacheable di dalam organisasi tersebut.

Semakin banyak anggota yang teacheable dalam organisasi, maka akan lahir banyak kader. Jika banyak kader yang terus belajar dan mengasah kemampuan memimpin mereka, maka akan lahir banyak leader (pemimpin). Tak heran jika kemudian organisasi itu akan mengalami pertumbuhan dahsyat tak terbatas secara amat luar biasa. Sebabnya satu, sikap mau belajar tanpa pernah merasa matang, di level apa pun jabatan dan tingkatannya,

Kita sendiri melihat bagaimana sikap ini tumbuh demikian pesat di kalangan para sahabat Rasul. Mereka melakukannya dengan cara menduplikasi (meniru) Rasul. Mereka belajar dari beliau tanpa berhenti. Diantara para sahabat saling belajar dan mengajar. Mereka mengamalkan amanat Rasul, “Sesungguhnya Belajar itu wajib hukumnya baik bagi laki-laki maupun perempuan” . Apa yang terjadi kemudian? Organisasi yang beliau pimpin, dalam waktu yang amat spektakuler mampu mengubah dunia!Belajar memang tidak mudah. Bahkan untuk selalu konsisten memiliki sikap belajar, memang luar biasa sulit. Kita harus mau mengantongi ego kita. Baru kita akan punya sikap belajar yang luar biasa. Belajar dari orang diatas kita, itu sih biasa-biasa saja. Namun maukah kita belajar dari musuh kita, belajar dari bawahan kita, belajar sesama kita, belajar dari saingan kita. Itu memang tidak mudah. Tapi itu bukan berarti tidak bisa!

“Untuk mendapatkan hasil yang berbeda, lakukanlah hal yang berbeda”, itu rahasianya. Karena itu, mari kita selalu berubah (berkembang lewat proses belajar tanpa henti). Maka insyaAllah, orang-orang yang kita sayangi, orang-orang yang kita pimpin, perlahan tapi pasti, mereka pun akan berubah!

*** penulis: nilna iqbal
Sumber: http://www.pustakanilna.com/merasa_hijau/



training center | pelatihan humas | pelatihan jurnalistik | workshop jurnalistik | psikologi | psikologi kepribadian | psikologi pendidikan | psikologi sosial | psikologi anak | psikologi umum

Cinta Sang Wanita Dan Ego Kaum Pria

Minggu, 10 Januari 2010

Semalam, salah seorang saudara dekat saya mengadukan persoalan rumah tangganya. Sudah dua hari ini ini ia minggat dari rumahnya, dan kost di tempat lain. Katanya ia ingin menenangkan diri. Pusing mikirin istrinya yang nggak juga berubah perangainya.“Emangnya kenapa dia?” saya mencoba menelusuri apa sebetulnya persoalan yang ia hadapi.

“Dia sering bicara hal-hal yang membuat saya sakit hati. Kalau nafkah yang saya berikan terlalu sedikit ia mengeluh. Ia juga suka melemparkan kata-kata yang merendahkan diri saya.” katanya.

Lalu berceritalah ia panjang lebar. Saya bisa merasakan betapa ia telah “kehilangan” keberaniannya berhadapan langsung dengan istrinya. Dulu saya mengenal dia sebagai “lelaki koleris” yang cenderung berperilaku garang, pemarah, nggak mau kalah, suka menentang, tidak humanis, dsb.

Tapi saat ini yang saya lihat, ia benar-benar jadi “lelaki phlegmatis” melankoli yang pengecut, terlalu banyak pertimbangan, gampang menyerah, penakut dan gampang menangis. (tentang apa itu phlegmatis, melankoli, sanguinis, dst … baca artikel ini)

Dari ceritanya, saya menduga istrinya adalah seorang koleris yang kuat yang suka mengatur, cenderung menghakimi, mudah marah, eksploitatif, dan tampaknya dia lah yang mengendalikan rumah tangganya.

***

Saya jadi teringat sesuatu. Ya, apa rahasianya agar istri mencintai suaminya? Dan begitu juga sebaliknya? Tentu saja banyak nasehat-nasehat para ahli di bidangnya. Saking banyaknya, jadi terasa biasa saja dan sebagian besar udah lupa.

Namun resep yang satu ini benar-benar gampang diingat.Begini.

Yang paling diinginkan seorang wanita dari sang pria adalah CINTA. Sedangkan buat pria, yang paling ia jaga, yang paling penting baginya, diatas segala-galanya, sehingga tak boleh diusik, diganggu oleh siapapun juga adalah EGO nya.”

Saya melihat inilah yang terjadi pada saudara saya itu. Ia menjadi “lumpuh” tak lagi merasa menjadi suami, tak mampu lagi memimpin rumah tangga, tak bisa lagi mencintai istrinya … karena sering sekali EGO nya “kena”. Biasanya oleh sikap, perlakuan dan kata-kata istrinya.

Biasanya sang istri nggak begitu menyadari. Lebih-lebih bila ia seorang wanita koleris-sanguinis yang kurang pandai menjaga EGO suaminya.

Andai saja ia tahu bagaimana memelihara EGO suaminya, dan pandai pula membangkitkan ego tsb menjadi energi positif luar biasa, pasti hasilnya akan luar biasa. Saya yakin seyakin-yakinnya, suaminya akan semakin bertambah cinta kepadanya. Sulit sekali bagi setiap lelaki zaman sekarang ini memperoleh “penghargaan atas ego” nya dari dunia luar.

Yang lebih parah lagi, bila suami mendapatkan “pemuasan ego” nya itu dari teman-teman wanita lainnya. Jadilah hatinya memperoleh “tempat berlabuh” dalam diri wanita itu. Dan tanpa sadar mungkin bisa berubah menjadi cinta yang baru. Mungkin itu pula sebabnya banyak suami anggota “ISTI” (ikatan suami takut istri) yang jatuh dalam pelukan pelacur, lantaran disanalah ia mendapatkan dirinya benar-benar jadi “seorang lelaki”.

***

Sebaliknya, bagi setiap wanita, tak ada yang lebih ia butuhkan, yang lebih ia harapkan, yang ia dambakan … kecuali hanyalah CINTA. Bagi para wanita, cinta adalah diatas segala-galanya. Walau ia seorang wanita yang sangat berkuasa.

Itulah yang ingin ia tuntut dari suaminya. Itulah yang akan membuat ia bahagia. Betapapun pintarnya seorang suami, namun jika ia kurang pandai “memberikan cinta yang tulus” kepada istrinya … hambarlah hidupnya. Ia akan sering merasa kesepian, walau tiap hari bertemu.Bagaimana menurut anda?

*** Penulis: nilnaiqbal

Sumber: http://www.pustakanilna.com/cinta-sang-wanita-dan-ego-kaum-pria/



training center | pelatihan humas | pelatihan jurnalistik | workshop jurnalistik | psikologi | psikologi kepribadian | psikologi pendidikan | psikologi sosial | psikologi anak | psikologi umum

Psikologi Pendidikan

Sabtu, 09 Januari 2010

Psikologi Pendidikan adalah studi, latihan atau bimbingan yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan ilmu kejiwaan.

Kalau kita kaji lebih jauh, psikologi pendidikan berasal dari dua kata yaitu Psikologi dan Pendidikan.

Psikologi

Psikologi secara etimologis, berasal dari kata psyche yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan logos atau ilmu. Jadi secara harfiah psikologi adalah ilmu jiwa atau bisa di sebut ilmu yang mempelajari kejiwaan.

Seorang ilmuwan Rebek, 1988 mengemukakan tentang psikologi, menurut Rebek :

Psikologi pada mulanya di gunakan para ilmuwan dan para filosof untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam memahami akal pikiran dan tingkah laku aneka ragam makhluk hidup mulai dari yang primitive sampai yang modern. Namun ternyata tidak cocok, lantaran menurut para ilmuwan dan filosof, pisikologi memiliki batasan-batasan tertentu yang berada di luar kaidah keilmuan dan etika falsafi. Kidah saintifik dan patokan etika filosofi ini tak dapat di bebankan begitu saja sebagai muatan psikologi.

Dari berbagai teori yang bermunculan dari para pakar dapat di tarik kesimpulan bahwa psikologi adalah:

ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini meliputi semua orang, barang, keadaan dan kejadian yang ada di sekitar manusia.

Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata didik, Lalu kata ini mendapat awalan kata me sehingga menjadi mendidik artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran (Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232).

Pendidikan secara harfiyah adalah usaha sadar yang di lakukan oleh pendidik terhadap peserta didik, untuk mewujudkan tercapainya perubahan tingkah laku, budi pekerti, keterampilan dan kepintaran secara intelektual, emosional dan spiritual.

Source: www.AnneAhira.com



training center pelatihan humas pelatihan jurnalistik workshop jurnalistik psikologi

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda FazaniDistributed by CahayaBiru.com
 
FaceBlog © Copyright 2009 Computers and Internet Education | Blogger XML Coded And Designed by Edo Pranata